Penjelasan Mengenai Peraturan Perundangan K3 - TeachMeSoft

Penjelasan Mengenai Peraturan Perundangan K3

Peraturan Perundangan K3


Peraturan Perundangan K3

Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh yang ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan Tenaga Kerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa Wira Usaha sehingga mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha.

Dalam pembangunan Ketenaga Kerjaan perlu dibina dan dikembangkan perbaikan syaratsyarat kerja serta perlindungan Tenaga kerja dalam Sistim hubungan industrial Pancasila menuju peningkatan Kesejahteraan tenaga kerja.

Hyperkes dan Keselamatan Kerja adalah upaya pelindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya ditempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi digunakan secara aman dan efisisen.

Oleh karena itu, Hyperkes dan Keselamatan Kerja harus dilakasanaan dalam system manajemen, oleh unit khusus dalam struktur Organisasi perusahaan. Dengan demikian Hyperkes dan keselamatan Kerja selalu terkait dalam kebijaksanaan, perencanaan, pengembalian keputusan dan langkah manajemen.

Beberapa Ketentuan Perundangan Hyperkes dan Keselamatan Kerja

A. UU. No.14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja

Pasal 27 ayat (2) undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa ”Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Atas dasar pasal tersebut maka telah di susun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja sebagai pelaksanaan dari pasal 27 ayat (2). 

Undang-undang Dasar 1945 tersebut adalah salah satu aspek dalam perlindungan tenaga kerja, yang diatur pada pasal 9 UU No. 14 tahun 1969: Tiap Tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan dan pemeliharaan moril, kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. 

Penjelasan pasal ini menyatakan agar supaya aman melakukan pekerjaannya seharihari, untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional maka tenaga kerja harus dilindungi dari perbagai soal disekitarnya serta pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksaan pekerjaannya. 

Bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaannya, harus sejauh mungkin diberantas dan atau dikendalikan. Oleh sebab itu, hak atas perlindungan dimaksud diatas harus diberikan kepada tenaga kerja. Dalam UU ini juga dinyatakan bahwa pemerintah membina norma-norma perlindungan kerja, sebagai standar ukuran yang dijadikan pegangan pokok.

B. Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Sehubungan dengan perkembanagan yang terjadi dimasyarakat, maka dirasakan peraturan tersebut dinilai tidak sesuai lagi dan perlu diadakan pembaharuan. Substansi dan materi teknis Norma hyperkes dan keselamatan kerja diatur dalam UU No 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yang dirasakan pada pertimbangan :
  • Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan kerja dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup meningkatkan produksi seta produktivitas nasional. 
  • Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. 
  • Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakaan secara aman dan efisisen.
  • Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja.
  • Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembanagn masyarakat industrialisasi, teknik dan teknologi.
Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air maupun diudara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. 

Dalam tempat kerja itu terdapat instalasi-instalasi yang dapat merupakan sumber bahaya yang mempunyai akibat pengaruh sosial kemasyarakatan, teknis maupun ekonomis. Untuk hal yang demikian, ketentuan-ketentuan hukum tentang keselamatan kerja meliputi kewajiban badan usaha untuk melakukan tindakan-tindakan penyelamatan dan sekaligus menjamin kepentingan umum. 

Disamping itu, materi yang diatur juga bersifat dinamis dan mampu mengakomodasi perkembangan kemajuan teknik teknologi dan senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan dan proses industrialisasi. Dinyatakan bahwa bahaya-bahaya yang dapat timbul daripadanya harus dikendalikan. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan pembuatan pengangkutan, peredaran, perdaganagan,pemakaian, penggunaan pemeliharaan dan penyimpanan bahan, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. 

Ketentuan-ketentuan mengenai syarat-syarat keselamatan kerja antara lain menyatakan harus dimuatnya prinsip teknis ilmiah menjadi satu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencangkup seluruh aspek pekerjaan dan bahan atau barang, produk teknis, aparat produksi dan perlengkapan, alat perlindungan yang menjamin keselamatan barang itu sendiri, keselamatan tenaga kereja dan keselamatan umum. 
Selanjutnya pengurus mempunyai kewajiban: 
  1. Memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja. 
  2. Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang: 
    1. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerja. 
    2. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja. 
    3. Alat-alat dan perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. 
    4. Cara-cara dan sikap kerja bagi tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan. 
  3. Hanya dapat memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ijin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut. 
  4. Menyelenggarakan pembinaan dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran, peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, dan pemberian P3K. 
  5. Menyediakan semua alat pelindung diri yang diwajibkan disertai petunjukpetunjuk yang diperlukan. 
  6. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh menteri tenaga kerja.
Untuk dapat mengetahui berbagai potensi dan resiko bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang tercakup dalam ruang lingkup, dan untuk dapat memenuhi kewajiban tentang syarat-syarat keselamatan kerja, maka harus dikenal sumber-sumber bahaya yang meliputi: 
  1. Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya. 
  2. Lingkungan. 
  3. Sifat pekerjaan 
  4. Cara kerja 
  5.  Proses produksi atau tempat pelaksanaan pekerjaan.


C. Permen Tenaga Kerja No. PER .3 /MEN/1982. Tentang Pelayanan Kesehatan Kerja

Untuk melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungna kerja serta membina kemampuan fisik dari tenaga kerja, maka menteri Tenaga Kerja mengeluarkan peraturan Mentri no. 03/ MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan tenaga kerja menurut peraturan menteri adalah: 
  1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja. 
  2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja. 
  3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik tenaga kerja. 
  4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Tugas pokok pelayanan Kesehatan Kerja meliputi: 
  1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. 
  2. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.
  3. Pembinaan pengawasan terhadap lingkungan kerja, perlengkapan sianiter dan keselamatan kerja. 
  4. Mencegah dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja. 
  5. Menyelenggarakan dan memberikan latihan P3K 
  6. Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja 
  7. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja. 
  8. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja. 
  9. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya, dan
  10. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus.
Selanjutnya dinyatakana setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja, dan pengurus wajib memberikan pelayanan kesehatan kerja sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Penyelenggaraan pelayanan Kesehatan Kerja dapat: 
  1. Diselengarakan sendiri oleh pengurus. 
  2. Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter atau pelayanan kesehatan ,lainnya. 
  3. Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama menyelenggrakan suatu pelayanan kesehatan tenaga kerja.

D. Permen Tenaga Kerja No. PER-02/1980 Tentang Pemeriksaan Tenaga Kerja

Dalam Peraturan Menteri tenaga Kerja ini diatur tentang pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. Pemeriksaan Itu meliputi: 
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seseorang diterima untuk melakukan pekerjaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima:
  • Berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya. 
  • Tidak menderita penyakit menular. 
  • Cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja yang bersangkutan dan Tenaga Kerja lainnya dapat dijamin. 
Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan timbul. 

2. Pemeriksaan Kesehatan Berkala 
Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu- waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Pemeriksaan Kesehatan tenaga berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat Kesehatan Tenaga Kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. Semua perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali, kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal. Dalam hal ditentukan kelainan-kelainan gangguangangguan kesehatan tenaga kerja pada pemeriksaan berkala. Pengurus wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiaki kelainan-kelainan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Pemeriksaan kesehatan khusus Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu. 
Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan terhadap: 
  • Tenaga Kerja yang pernah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu. 
  • Tenaga kerja berusia diatas 40 tahun, tenaga kerja wanita, tenaga kerja cacat dan tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu. 
  • Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan kesehatannya sesuai dengan kebutuhannnya.

E. Permen Tenaga Kerja No.01/MEN/1981/ Tentang Wajid Lapor Penyakit Akibat Kerja

Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja ini diatur bahwa apabjila dalam pemeriksaan Kesehatan tenaga Kerja sebagaimana diatur dalam Permen Tenaga Kerja No. Per. 02/ MEN/1980, ditemukan penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor wilayah Departemen Tenaga Kerja Setempat. Laporan dimaksud harus dilakukan dalam waktu paling lama 2x24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya. Selanjutnya pengurus wajib dengan segera melakukan tindakan-tindakan preventif, agar penyakit akibat kerja yang sama tidak terulang kembali diderita oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dan mengadakan semua alat perlindungan yang diwajibkan.


F. Permen Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/1976 Tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan dan PermenTenaga Kerja No.PER-01/MEN/1079 Tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Paramedis Perusahaan

Untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hiperkes dan Keselamatan kerja, sedang Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-01/MEN/1979 mengatur bahwa: 
Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga paramedis diwajibkan untuk mengirimkan setiap tenaga tersebut untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hiperkes dan keselamatan kerja. Para Dokter yang telah memperoleh Sertifikat latihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai Dokter Penguji Kesehatan Tenaga Kerja.

G. Permen Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 Tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan di Tempat Kerja

Dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 ini diatur tentang syarat-syarat setiap bangunan perusahaan antara lain:
  1. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan 
  2. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan penularan penyakit atau timbulnya penyakit jabatan. 
  3. Memajukan kebersihan dan ketertiban
  4. Mendapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan.
  5. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup. 
  6. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap, dan bauan yang tidak menyedapkan.
Pimpinan perusahaan harus menyediakan kakus/wc bagi para pekerja dan kakus/wc harus terpisah antara pekerja wanita dan pekerja laki-laki dengan ketentuan jumlah kakus/wc adalah sebagai berikut:
- Untuk 1 - 15 orang buruh = 1 kakus/wc
- Untuk 16 - 30 orang buruh = 2 kakus/wc
- Untuk 31 - 45 orang buruh = 3 kakus/wc
- Untuk 46 – 60 orang buruh = 4 kakus/wc
- Untuk 61 – 80 orang buruh = 5 kakus/wc
- Untuk 81-100 orang buruh = 6 kakus/wc
Dan selanjutnya untuk tiap 100 orang 6 kakus. Kakus/wc yang bersih ialah yang memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. Tidak boleh berbau 
  2. Tidak boleh ada kotoran yang terlihat 
  3. Tidak boleh ada lalat, nyamuk atau serangga yang lain.
  4. Harus selalu tersedia air bersih yang cukup. 
  5. Harus dapat dibersihkan dengan mudah. 
Untuk tempat-tempat kerja yang dianggap perlu harus disediakan tempat mandi, tempat cuci muka dan tangan, dan tempat pakaian menurut kepentingan masing-masing. 
Dalam peraturan ini juga diatur tentang syarat-syarat dapur, ruang makan, dan alat keperluan makan, dan lain-lain.Termasuk juga air yang digunakan untuk keperluan makan harus memenuhi syarat antara lain: 
  1. Air tidak boleh berbau dan harus segar. 
  2. Air tidak boleh berwarna (harus bening) 
  3. Air tidak boleh berasa 
  4. Air tidak boleh mengandung garam-garam yang berbahaya (dinyatakan dengan Pemeriksaan laboratorium Kesehatan) 
  5. Air tidak boleh mengandung bakteri-bakteri yang berbahaya 
  6. Pada waktu-waktu tertentu air yang dipakai harus diperiksa oleh Laboratorium Kesehatan

Khusus untuk buruh yang bekerja sambil duduk harus disediakan tempat duduk yang memenuhi syarat:
  1. Harus memenuhi ukuran yang sesuai dengan tubuh pekerja.
  2. Harus memberi kesenangan duduk dan menghindarkan ketegangan otot. 
  3. Harus memudahkan gerak-gerik untuk bekerja. 
  4. Harus ada sandaran punggung. 
Untuk buruh yang melakukan pekerjaan sambil berdiri, berjalan, jongkok, berbaring, harus disediakan tempat-tempat duduk pada waktu-waktu ia membutuhkan. Dalam setiap tempat kerja harus diperhatikan masalah penerangan dimana untuk masing-masing unit/bagian memerlukan penerangan yang berbeda.

Misalnya untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian untuk membeda-bedakan barang yang halus tentunya memerlukan penerangan yang kekuatannya lebih besar dari pada pekerjaan-pekerjaan yang kasar. Demikianlah beberapa peraturan perundangan dalam undang-undang Hyperkes dan Keselamatan Kerja, selain yang telah disajikan ini masih terdapat peraturan-peraturan perundangan lainnya yang bersifat teknis operasional.

Kesimpulan

Tujuan pokok Hyperkes dan keselamatan kerja ialah untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja. Oleh karena itu masalah Hyperkes dan keselamatan kerja akan menjadi sangat penting mengingat pengaruh yang dapat timbul dari peristiwa kecelakaan akan membawa kerugian yang sangat besar.

Pencegahan kecelakaan peertama-tama harus diusahakan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya atau sumber bahayanya, untuk kemudian sedapat mungkin menghilangkan, mengindari, mengamankan dan mengendalikan sumber bahaya yang dapat timbul tersebut.

Dengan mempelajari semua ketentuan, peraturan yang berkaitan dengan Hyperkes dan Keselamatan Kerja akan lebih mendorong untuk melaksanakan syarat-syarat Hyperkes dan Keselamatan kerja ini harus dilaksanakan bersama oleh pengusaha, pengurus dan tenaga kerja.


Disqus comments